Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 merupakan klimaks dari ketidakpuasan terhadap Orde Baru yang bertujuan untuk melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru serta melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan. Dimulainya masa reformasi telah melahirkan anak-anak reformasi yang biasa dikenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Konstitusi (MK) dan juga Sistem Pemerintahan Demokrasi. Isu-isu pelemahan akan ketiga anak kandung reformasi tersebut telah lama menjadi perbincangan di kalangan para pengamat politik Indonesia. Mulai dari kekuasaan MK yang dikaderi oleh pihak-pihak berkepentingan, jalannya sistem demokrasi yang dinilai terus melenceng dari yang seharusnya, hingga pelemahan KPK.

Disamping itu, masyarakat juga merasa kebebasan yang sesungguhnya tidak dapat tersalurkan lagi dikarenakan terdapat sanksi atau hukum yang terus mengintai. Ini menandakan Indonesia semakin mundur dalam hal demokrasi. Padahal, salah satu buah reformasi merupakan kebebasan berpendapat. Terlebih UU ITE yang dalam praktiknya kini malah menjadi alat untuk menekan kebebasan berekspresi. Tidak hanya pembungkaman dalam bentuk kata atau kalimat, kini gambarpun sudah tidak bisa bersuara. Mural merupakan saluran masyarakat untuk menumpahkan kritik kepada pemerintah melalui karya seni tetapi akhir-akhir ini banyak karya yang menyinggung pemerintah dihapus. Padahal di dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Apabila suara rakyat terus dibungkam, maka dengan cara apalagi negara ini bernafas secara jujur?

Pada kesempatan ini, FESPA#2 dibersamai oleh dua pembicara, yaitu Bapak Ubedilah Badrun yang merupakan Analis Sosial Politik sekaligus Dosen Sosiologi Politik UNJ dan Bu Asfinawati yang merupakan Ketua YLBHI dengan didampingi oleh seorang moderator Shofia Dewi Fortuna yang merupakan Kepala Departemen Sosial dan Politik BEM FMIPA UNY 2021. Kedua pembicara memberikan materi terkait dengan kuasa oligarki yang menyebabkan reformasi direduksi yang ditandakan oleh salah satu agenda utama reformasi adalah demokratisasi mengalami kemunduran. Kemunduran ini dilakukan oleh para oligarki melalui Undang-Undang, seperti UU Minerba, UU ITE, revisi UU KPK, dan UU Ciptaker. Ada banyak cara melawan oligarki predator yang berlindung dibalik Undang-Undang dengan perubahan sistem dan memutus mata rantai oligarki. Oleh sebab itu, oligarki tidak akan berhasil jika perlawanan dilakukan secara intens dan bersama-sama sehingga perlu adanya konsolidasi dalam melawan oligarki dengan menggencarkan gerakan atau suara yang sama di media sosial.

Dari kegiatan ini, diharapkan peserta FESPA#2 mengetahui bagaimana cara menghidupkan kembali tujuan reformasi saat ini, serta membuka mata dan pikiran terhadap kondisi yang sedang dialami oleh negara ini. Selain itu, para peserta khususnya mahasiswa FMIPA UNY diharapkan dapat menyadari bahwasannya dalam berkehidupan bermasyarakat tidak hanya ilmu saintis saja yang diterapkan, tetapi ilmu sosial dan politik juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan kita sehari-hari