Pesta demokrasi bangsa Indonesia kian mendekati puncaknya pada tanggal 9 Juli 2014 mendatang, dimana pada hari itu seluruh warga negara Indonesia akan memilih seorang presiden dan wakil presiden yang akan memimpin negara ini selama 5 tahun ke depan. Menjelang tanggal tersebut, berbagai aktivitas kampanye dari para pasangan capres-cawapres beserta tim suksesnya masing-masing terus mengisi kabar berita dalam televisi kita. Dalam kampanye tersebut dapat kita lihat bagaimana mereka mengobral janji dan visi kepada masyarakat agar pada nantinya bersedia memilih mereka sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia selama 5 tahun kedepan.
Mengenai pemilu yang akan berlangsung tersebut penting bagi kita untuk tidak hanya sekedar memilih pemimpin saja, melainkan bagaimana kita menciptakan suatu pemerintahan yang stabil, ideal, dan pro-rakyat. Upaya untuk mewujudkan hal itu dapat kita lakukan dengan cara menjadi seorang pemilih cerdas ketika pemilu 2014 berlangsung. Pemilih cerdas dengan cara memandang kubu-kubu yang terlibat dalam pemilu dengan sudut pandang yang objektif. Terlebih lagi, ditengah maraknya black campaign di berbagai media massa di sekitar kita.
Suatu pemerintahan yang stabil merupakan pemerintahan yang menjadi idaman bagi seluruh masyarakat Indonesia. Suatu pemerintahan yang dalam menjalankan kepengurusannya dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk mengabdikan segenap dirinya untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia secara berkesinambungan. Bukan pemerintahan yang setiap berganti kepemimpinan merubah hampir seluruh program pemerintahan sebelumnya, sehingga program yang sedang dibangun pemerintahan sebelumnya dapat ditingkatkan lagi oleh penerusnya.
Dalam menjalankan pemerintahan, seorang presiden ketika mengusulkan suatu program harus memperoleh persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana untuk meluluskan program presiden itu harus disetujui oleh minimal 50%+1 dari keseluruhan anggota DPR. Dengan kata lain, jumlah anggota dewan yang duduk di kursi DPR juga mempengaruhi stabilitas dan pembangunan nasional Indonesia. Anggota DPR tersebut diisi oleh para anggota parpol yang dipilih melalui pemilu legislatif beberapa bulan sebelum pemilu presiden dilaksanakan. Maka dari itu, jumlah anggota parpol di DPR menjadi nilai lebih sendiri bagi parpol tersebut dalam menentukan koalisi.
Sebagai pemilih cerdas bukan berarti kita memilih kubu dengan koalisi terbanyak. Memang dengan koalisi yang kuat dapat menimbulkan pembangunan yang relatif lancar. Namun perlu diperhatikan juga dengan memilih kubu dengan koalisi besar membuka peluang terulangnya masa orde baru yang mana kekuasaan kepala negara begitu besar sehingga membahayakan terulangnya tragedi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebenarnya apapun pilihan kita, harus sebisa mungkin memilih secara objektif. Jangan sampai kita memilih hanya karena termakan kampanye hitam, membenci capres lain, hingga karena memperoleh uang sogokan, karena pilihan yang kita berikan menentukan nasib seluruh bangsa Indonesia hingga 5 tahun kedepan.. Selamat memilih J
Abdurrohman Afief / 13307141041
Kimia 2013
Sekolah Menulis 2014