RUMAH BELAJAR ‘KARAKTER’
oleh : Mohamad Aziz Ali
Pendidikan merupakan ranah yang unik karena masyarakat dari seluruh lapisan,latar belakang, baik itu insinyur, dokter, petani, pedagang, ataupun petugas parkir, menaruh perhatian yang menyentuh terhadap dinamika pendidikan bangsa ini. Pendidikan menjadi proses sepanjang hayat yang kita alami, hayati dan implementasikan dalam dinamika kehidupan. Pendidikan juga didaulat sebagai kerangka pembangunan dan cita-cita bangsa Indonesia. Pendidikan mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam setiap generasi demi keberlangsungan dan perkembangan sebuah negara.
Dewasa ini SDM yang dimiliki oleh bangsa Indonesia semakin menurun kualitasnya. Indikasinya dapat dilihat dari proses, output, dan outcome pendidikan di Indonesia. Proses meliputi manajemen kebijakan yang seringkali dihujat tidak berpihak pada aksesibilitas seluruh lapisan masyarakat, orientasi pendidikan yang cenderung hanya pada pengajaran, dan mutu penyelenggaraan pendidikan yang kurang merata. Kemudian output pendidikan yang ditengarai kurang berkompeten sehingga belum bisa menjadi outcome yang benar-benar terkaryakan. Dari kesemuanya itu, disadari atau tidak degradasi moral menjadi kunci penyebabnya.
Semakin maraknya aktifitas penyimpangan yang dilakukan oleh kaum penerus generasi bangsa ini menjadi indikasi lain dari penurunan kualitas SDM bangsa Indonesia, khususnya kualitas karakter. Contohnya seperti meningkatnya angka pertikaian antar sekolah ataupun meningkatnya para siswa-siswa yang terjebak dalam narkoba, pornografi, dan hal negatif lainnya.
Saat ini kadar pendidikan di sekolah relatif sangat kurang dibandingkan kadar pengajarannya. Fokus perhatian sekolah cenderung tercurah pada bagaimana meningkatkan kualitas peserta didik dalam ranah keilmuan dan keterampilan saja, dengan titik bertumpu pada sejumlah mata pelajaran yang di Ujian Nasional-kan. Tuntutan prestasi kognitif dan psikomotorik demikian didukung penuh oleh kebijakan pemerintah tentang peningkatan mutu pendidikan.
Membentuk manusia berkualitas berarti membentuk manusia secara utuh yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Hal ini tidak cukup dicapai dengan pengajaran, namun perlu diimbangi dengan pendidikan yang menekankan pada pengembangan karakter setiap individu. Secara menyeluruh pembentukan sumberdaya manusia tidak cukup pada aspek fisik dan kognitif semata, namun juga pada aspek karakter atau moral.
Rumah Pembelajaran Karakter
Dalam upaya membangun model pendidikan ideal di Indonesia, konsep rumah belajar sangat potensial dikembangkan sebagai sebuah wadah pendidikan karakter yang bersifat informal. Artinya, pengelolaan rumah belajar ini dari masyarakat untuk masyarakat, dan sifatnya komplemen dari pendidikan formal di sekolah, bukan sebagai alternatif pengganti. Pada hakikatnya, gagasan rumah belajar ini ingin meresapkan pendidikan karakter lewat kegiatan pendampingan belajar, mentoring, dan pengembangan kreativitas peserta didik di lingkungan sekitar rumah belajar.
Seirama dengan keinginan membangun kualitas pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai pendidikan karakter, mendirikan rumah-rumah belajar bagi masyarakat adalah sebuah gagasan yang unik dan perlu digencarkan.. Harapannya, seiring kegiatan belajar yang berupaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik diluar formalitas belajar di sekolah, nilai-nilai moral pendidikan karakter dapat ditanamkan secara tidak langsung. Selain itu, kegiatan-kegiatan dalam rumah belajar yang sifatnya kontinu menghendaki bimbingan peserta didik secara lebih personal untuk lebih membangkitkan kemampuan berpikir, eksplorasi keingintahuan, dan motivasi belajar. Berbeda dengan pendidikan formal yang saat ini cenderung mengembangkan aspek kognitif yang cenderung kaku, proses pendidikan di rumah belajar berupaya untuk mengoptimalkan potensi peserta didik yang beragam dengan metode yang sesuai dengan kecenderungan gaya belajar mereka.
Teknisnya, rumah belajar diupayakan hadir di setiap lingkungan Rukun Warga di wilayah pemukiman perkotaan utamanya masyarakat menengah-kebawah. Mengapa? Karena fenomena yang mengindikasikan degradasi moral saat ini cenderung lebih banyak berasal dari peserta didik di lingkungan perkotaan. Inisiatornya adalah mahasiswa perguruan tinggi di sekitar wilayah tersebut. Langkah kebijakan dan penyandang dana utama pendirian rumah belajar beserta perangkatnya berada pada tanggung jawab kebijakan pemerintah. Misalnya, pemerintah dapat menyediakan dana sebesar 15 Juta untuk setiap pendirian rumah belajar. Perguruan tinggi lewat lembaga pengabdian masyarakat atau sejenisnya menjadi mediator pemerintah dan mahasiswa dengan melakukan inventarisasi wilayah-wilayah Rukun Warga yang layak dijadikan sasaran serta mengontrol jalannya program. Tidak menutup kemungkinan adanya pihak swasta (sponsorship) yang ingin mendukung program ini dengan daya tarik promosi. Kedepannya, pengelolaan rumah belajar melibatkan mahasiswa, pengurus RW dan masyarakat secara umum. Untuk melancarkan kaderisasi pengelola dan pelaksana rumah belajar, inisiator mahasiswa disini idealnya himpunan-himpunan mahasiswa di perguruan tinggi.
Teknis gagasan pendirian rumah-rumah belajar di masyarakat diatas dinilai layak karena potensi mahasiswa selaku tulang punggung pelaksana dan organisator program cukup melimpah di setiap kota, baik dari segi kuantitas maupun peluang partisipasi mereka. Mahasiswa yang dalam program ini seolah-olah menjadi organisator pelaksana program, namun secara tidak langsung mereka pun menjadi sasaran dari upaya penanaman pendidikan karakter itu sendiri. Fokusnya ialah pada etos kerja dan kepedulian yang terasah dengan digagasnya program ini. Selain itu, dalam pelaksanaannya sehari-hari, mahasiswa yang berperan sebagai volunteer dalam rumah belajar tersebut di didik secara alamiah untuk menjadi figur berkarakter, teladan bagi masyarakat. Sehingga pendidikan karakter lewat penyelenggaraan rumah belajar menjadi wahana yang potensial untuk mengembangkan pendidikan karakter bagi peserta didik, baik itu siswa pendidikan dasar (SD,SMP), maupun mahasiswa. Sedangkan peserta didik pada level SMA dapat memainkan peran pelaksana (asisten volunteer) maupun sebagai objek utama yaitu penerima langsung fasilitas rumah belajar.
Peluang sinergi yang dikonsep dari program ini sangat menjanjikan untuk tujuan pengembangan pendidikan karakter. Sinergitas peserta didik dalam pengembangan pendidikan karakter pada konsep rumah belajar, secara ideal mampu menjangkau peserta didik dari level SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Konsep ini dapat dinilai cukup efisien karena operasionalnya didasarkan atas kesukarelaan mahasiswa dan masyarakat selaku organisator dan pelaksana program. Biaya awal pendirian rumah belajar dapat dianggap sebagai investasi menjanjikan yang selama ini belum dicoba digarap secara strategis dan teroraganisir oleh pihak-pihak pemangku kebijakan.
Mahasiswa merupakan salah satu inisiator dan akselarator perubahan di masyarakat. Dari poin tridarma perguruan tinggi, dua diantaranya ialah pendidikan dan pengabdian masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan adanya suatu gerakan yang memberdayakan mahasiswa untuk mau berkontribusi untuk pendidikan Indonesia. Dalam kegiatan pembelajaran seperti inilah mahasiswa dapat berkontribusi dalam mengembangkan pendidikan karakter, baik bagi dirinya, maupun bagi masyarakat. Oleh mahasiswa, pendidikan karakter ditanamkan secara tidak langsung secara kontinu, dan diharapkan menjadi kontinuitas yang menghasilkan perubahan positif.