Diskriminasi yang kini kian marak terjadi merupakan gambaran kecil dari bagaimana diskriminasi yang terjadi secara luar biasa di masa lampau. Tepat 60 tahun lalu pembantaian Sharpeville terjadi. Banyak massa yang gugur karena menentang Politik Apartheid. Apa itu Politik Apartheid? Mengapa ditentang? Sedikit membuka masa lalu yang kelam, sejarah memang tidak perlu dibungkam.
Sebelumnya, pemisahan ras di Afrika telah terjadi setelah Perang Boer. Yang mana kemudian Uni Afrika Selatan dibentuk pada 1910 di bawah kendali Inggris, sehingga orang-orang Eropa di Afrika Selatan membentuk struktur politik baru di wilayah tersebut. Lantas, sejak awal telah diadakan pengimplementasian terkait dengan diskriminasi di Afrika Selatan oleh pemerintahan saat itu.
Pada awal abad ke-20, pemerintahan Afrika Selatan didominasi oleh minoritas kulit putih yang kemudian bertujuan untuk memperkuat keberadaan mereka dengan membuat suatu kebijakan politik. Kebijakan politik inilah yang akan menekan ‘kaum’ kulit hitam di Afrika Selatan. Mereka memberlakukan kebijakan Politik Apartheid. Apartheid sendiri berarti pemisahan. Tepat sekali, penerapan politik ini membuat orang-orang di Afrika Selatan dipisah-pisahkan atau dikotak-kotakkan. Mereka dikelompokkan sesuai dengan warna kulitnya.
Kala itu, kebijakan tersebut membuat empat kelompok ras, yaitu golongan kulit putih, golongan kulit campuran, golongan Asia, dan golongan kulit hitam. Dalam kesehariannya pun tidak dapat dipungkiri banyak sekali terjadi kesenjangan sosial yang diakibatkan dari adanya kebijakan ini. Tentunya kecemburuan sosial pun terjadi setelah adanya keijakan yang membuat kesenjangan. Hingga akhirnya ketidaknyamanan membuat ras kulit hitam memberontak demi memperjuangkan hak mereka sebagai manusia dan kesetaraan yang harus di junjung tinggi. Lantas, terjadilah aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh orang-orang yang menantang kebijakan Politik Apartheid.
Pembantaian Sharpeville diawali dengan unjuk rasa oleh 5000-7000 orang golongan anti-apartheid (Fathoni, 2017). Hingga sampailah puncaknya pada 21 Maret 1960 dengan tumbangnya 69 orang pada pembantaian Sharpeville. Berkaitan dengan hal tersebut, dunia tidak boleh membiarkan lagi terjadinya diskriminasi rasial. Semua manusia memiliki hak yang sama. Tidak boleh ada sekat diskriminasi di antara itu. Lalu, apa hubungan Politik Apartheid dan sianida?
Politik Apartheid secara tidak langsung adalah pembunuh yang keji namun bergerak secara diam. Memulai pemerintahan dengan suatu hal fatal yang tidak seimbang. Apalagi kalau bukan keadilan. Persamaannya dengan sianida adalah sama-sama pembunuh keji dan bergerak diam-diam namun hasilnya benar-benar mematikan. Bedanya, sianida menghancurkan fungsi-fungsi organ dan Politik Apartheid menghancurkan kemanusiaan. Keji bukan? Seharusnya perbedaan membuat manusia belajar menjadi sosok pribadi yang berwawasan tinggi, berintelektual, bertoleransi tinggi, dan memiliki rasa kemanusiaan. Perbedaan bukanlah suatu ancaman, melainkan suatu pembelajaran dalam hidup untuk dapat terus bersama-sama maju dan menciptakan perdamaian.
Referensi:
African Economic Cooperation Blog. 2017. Apa Itu Apartheid di Afika Selatan?. http://www.african-union.org/apa-itu-apartheid-di-afrika-selatan/
Fathoni, Rifai Shodiq. 2017. Politik Apartheid di Afrika Selatan 1948 – 1994 M. https://wawasansejarah.com/politik-apartheid-di-afrika-selatan/