Siap diazab jika berpura-pura miskin? Sekiranya itu pertanyaan yang tersirat dari surat penyataan miskin yang dikeluarkan Dinas Sosial Kabupaten Gunungkidul.

Sejak Maret kemarin Dinas Sosial Gunungkidul melengkapi isi surat penyataan miskin dengan sumpah agama, sebagai berikut:

Sumpah Agama:

Demi Allah saya bersumpah, sesungguhnya bahwa keadaan ekonomi keluarga saya miskin. Apabila saya tidak memberikan pernyataan yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari Allah SWT.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Sumpah agama di atas mengingatkan kita pada film azab yang sering diputar di salah satu stasiun TV dan marak jadi bahan lelucon warganet. Kejadian buruk yang akan diterima jika kita memberi sumpah palsu atau berlaku tidak seperti seharusnya.

Hal di atas mulai banyak dibicara kan setelah salah satu warga Dusun Ngadipiro Kidul 003/ 005, Rejosari, Semin Kabupaten Gunungkidul bernama Narmi (59) akan mengajukan Kartu Indonesia Sehat (KIS) saat akan berobat di Puskemas II Semin karena penyakit asam lambung. Beliau berniat mengurus Kartu Indonesia Sehat karena KISnya yang diblokir dari pusat. Saat sampai di Kantor Kepala Desa Rejosari, beliau diminta mengisi surat pernyataan di atas. Prosedur baru ini membuat sungkan Narmi untuk mengisinya, namun karena kebutuhan belaiau tetap melanjutkannya.

Ketika dikonfirmasi Paliyo (Kades Rejosari) menyampaikan bahwa formulir surat di atas turun langsung dari Dinas Sosial sebagai pemangku kebijakan. Sebagai pelaksana sejujurnya beliau juga kurang setuju dengan narasi yang diberikan.

Pertanyaannya, Kenapa surat penyataan bernada tidak etis di atas bisa keluar?

Nah, Alokasi APBD yang terbatas melatarbelakangi keluarnya Perbub nomor 98 yang berisi tentang strategi penanggulangan kemiskinan daerah Kabupaten Gunungkidul tahun 2017-2022, khususnya dalam pengeluaran Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Dengan keluarnya Perbub tersebut, maka Dinsos mengambil sikap dengan menyertakan sumpah agama pada Surat Pernyataan Miskin.

Menurut Siwi Iriyanti (Kepala Dinas Sosial Kabupaten Gunungkidul), “Perbub keluar 2017 akhir, diterima tahun 2018 dan baru diterapkan 1 Maret 2019 sebagai langkah kami menyikapi Perbub (nomor 98 tahun 2017). Salah satunya dengan melengkapi isi surat pernyataan (Miskin) dan melakukan screening,”

“Untuk isi (sumpah Agama) di surat pernyataan buat ada semacam saringan (pemohon SKTM) dan itu sudah disepakati teman-teman desa, sebelumnya juga sudah disosialisasikan,” imbuh Siwi.

Harapannya warga yang mendapatkan SKTM adalah yang benar-benar membutuhkan. Selain itu untuk mengerem APBD untuk KIS bagi warga yang KIS nya sudah diblokir oleh pusat.

“Bukan artian apa-apa, karena kita sudah 158 ribu (orang pemegang) KIS yang menggunakan APBD, jadi untuk menekan APBD (untuk KIS). Selain itu, adanya Perbub itu (nomor 98) untuk melatih kejujuran, tanggungjawab dan moril warga,” ucapnya.

Narasi SKTM di atas bagai dua mata pisau, disatu sisi membuat orang yang hendak berpura-pura miskin berpikir dua kali. Dan di satu sisi terlalu menyakitkan bagia yang benar-benar membutuhkan, minta bantuan kok malah disumpahin.

“Karena masih banyak warga yang mampu minta SKTM. Terlebih, kalau di desa dia (kepala desa) sering mengaku perkewuh (sungkan) kalau ada (warga tergolong mampu) yang minta, sehingga kita kasih filter dengan itu (pencantuman sumpah agama pada surat pernyataan miskin),” sambung Siwi.

Diimbuhkan pula, narasi pada suart pernyataan di atas akan segera dibahas dalam tim dan direvisi agar lebih etis.

Menurut teman-teman gimana cara efektif untuk menscrining penerima SKTM?

Sumber :
Kedaulatan Rakyat Sabtu Legi, 15 Juni 2019 halaman 4,
“Ajukan Surat Keterangan Miskin, Warga Harus Nyatakan Siap “Dikutuk””
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4587481/bunyi-sumpah-siap-dikutuk-tuhan-jika-bohong-saat-urus-sktm-di-gunungkidul