Menulis di koran, bukan menulisi koran. Atau hanya mengisi TTS.

Menulis itu mengikat ilmu, menyampaikan ilmu, menyampaikan kebenaran, mencegah kemungkaran, dan meneguhkan keimanan. Menebar kebaikan. Ketika kita tak cukup daya untuk bersuara, menulislah. Ketika kita tak cukup lihai berbicara, menulislah. Sampaikanlah kebenaran walau satu kata.
Menulis di koran berarti berbagi dengan banyak orang. Kita tidak tahu, barangkali secuil tulisan kita dapat membawa kebermanfaatan yang besar bagi orang yang membaca tulisan kita. Barangkali pikiran yang kita tulis itu merupakan lintasan pikiran dari banyak orang. Hanya saja, bedanya adalah kita menulis, sedang mereka tak menulis.

Kita pantas berbahagia dengan menulis di koran seperti yang diungkapkan oleh Hendra Sugiantoro yang tulisannya kerap kali dimuat diberbagai surat kabar,

“Di sini, saya hanya ingin berucap bahwa kita pantas berbahagia dengan menulis di koran. Kenapa kita pantas berbahagia? Karena koran itu bacaan rakyat. Koran mendidik rakyat, alat propaganda sejak zaman kolonial. Koran dibaca presiden sampai tukang becak, dari pejabat sampai kaum mlarat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Maka, tak ada kata lain,

pena kita, lantangkan!
menulis untuk pembelaan
menulis untuk perlawanan
menulis untuk penyadaran
padatilah halaman koran,
aksi besar-besaran “
 

Sekarang giliranmu, dan buktikan kebahagian itu.
Menulislah. Rekam jejak hidupmu dan cetak sejarahmu.
Serta saksikanlah,
ini caraku mencetak sejarahku.

Salam pena,
Imaroh Syahida
Kadept KOMINFO BEM FMIPA UNY 201