Politik merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antar masyarakat serta hubungan antar masyarakat dengan negara. Sebagai maskyarakat, dan sebagai warga negara, maka kita wajib mengerti terkait politik. Namun, kini politik digambarkan negatif. Dalam pemilu 2019, KPU menyatakan bahwa millennial menyumbang suara sebesar 40%, tetapi ternyata menurut hasil survey J&R ternyata sekitar 40% dari pemilih millennial ternyata melakukan Golput. Angka ini tentunya cukup besar, dan hal ini diasumsikan terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat utamanya para generasi millennial tentang politik. Di dalam kampus, partisipasi politik sendiri dapat terlihat mudah dari pergerakan para aktivis mahasiswa dalam menanggapi isu-isu yang sedang berkembang, serta keturutsertaan mereka dalam kontestasi pemilwa. Selama ini berkembang stigma bahwa mahasiswa MIPA adalah mahasiswa yang tidak peduli dengan politik karena mereka selalu fokus dengan akademik mereka masing-masing.

Oleh karena itu, Departemen Sosial dan Politik BEM FMIPA UNY mengadakan kegiatan diskusi Padepokan Diskusi Mahasiswa yang mengangkat tema “Saintis dan Sikap Politis yang Apatis” dibersamai oleh dua narasumber yaitu Prof. Dr. Ariswan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNY dan Sih Utami, SIP., MM selaku Kepala Sub Bidang Pendidikan dan Politik Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DIY

Politik suatu ilmu pengetahuan yang menyiapkan politisi untuk menjadi pemimpin dari sebuah bangsa agar secara maksimal bisa memberi peran dan manfaat untuk mencapai kemajuan bangsa itu. Seorang saintis dapat terjun ke dalam dunia politik agar nilai kemipaan bisa muncul di kalangan para politisi seperti jujur, optimisme, growth mindset sehingga dapat menjadikan bangsa untuk menyejahterakan rakyatnya.

Para politisi di negeri kita belum memegang teguh pada nilai politik itu sendiri. Sekarang para pejabat politik seperti gubernur, bupati tersandung korupsi. Para politisi kita banyak tidak konsisten dengan politik itu sendiri. Perlu gerakan moral agar para politisi dapat berpolitik sesuai dengan yang para ahli politisi ajarkan sebagai akademisi. Para mahasiswa dan alumni MIPA diharapkan untuk melek politik. Salah satu wadah untuk belajar berpolitik adalah melalui organisasi mahasiswa. Aktivis mahasiswa dapat memberi contoh untuk aktif berpolitik dan dapat mengajak para mahasiswa untuk turut serta. Para mahasiswa MIPA dapat mengkritisi pimpinan fakultas agar politik di MIPA dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan data jumlah pemilih berdasarkan generasi pada pemilihan tahun 2020 di wilayah DIY, jumlah generasi Z yaitu 19% atau 306.400 orang dan milenial sebanyak 28% atau 643.343 dari jumlah total penduduk DIY yaitu 2.097.463. Hal ini menunjukkan bahwa anak muda belum berperan andil dan juga masih acuh tak acuh terhadap politik. Padahal kontribusi mereka di politik sangat dibutuhkan. Pasalnya, generasi Z merupakan generasi yang memiliki pikiran terbuka, hemat, menyukai kampanye yang kekinian, menghendaki perubahan sosial, sanggup berkompromi dan asyik dengan teknologi. Kontribusi generasi Z di bidang politik dapat memperbaiki stigma buruk mengenai politik di mata masyarakat. Sikap acuh tak acuh terhadap politik ini disebut sebagai sikap apatis terhadap politik.

Penyebab muncul sikap apatis atau alergi terhadap politik yaitu kemudahan mengakses informasi tidak dibarengi dengan literasi politik, banyaknya berita yang menunjukkan sisi “buruk”dari politik (politik itu kotor), maraknya kasus korupsi, kolusi, nepotisme yang dilakukan politisi, praktik politik uang yang selama masa pemilu (serangan fajar), kesulitan menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat dan anggapan mengenai diskusi tentang politik hanya terbatas di kalangan elite kepentingan saja.

Fenomena sekarang menunjukkan bahwa generasi muda terdoktrin dengan informasi yang berkembang di media sosial tentang stigma buruk politik. Ini merupakan salah satu kejamnya dari internet karena menyuguhkan informasi atau hal-hal negatif politik yang tidak diimbangi oleh literasi politik. Informasi tersebut di antaranya kasus penyelewangan wewenang oleh oknum politisi, politik yang saling menjatuhkan, rekayasa hukum, manipulasi aspirasi masyarakat dan pengalaman buruk menemukan politik yang di masa-masa pemilu.

Padahal anak muda dapat mengambil peran yang banyak di dalam politik di antaranya yaitu membangun kesadaran untuk lebih belajar tentang aktivitas dan institusi politik, kewenangan dan peran lalu membangun literasi politik dengan aktif dalam forum diskusi. Kemudian memahami penyakit-penyakit demokrasi dan memetakan strategi pencegahan dari lingkungan di sekitar, berpartisipasi politik dalam pemilu dengan memilih pemimpin yang berintegritas serta ikut terlibat dalam penyelenggaraan pemilu. Pola pikir anak muda sangat dibutuhkan, mereka bersifat kritis sehingga cenderung tidak mau berhubungan dengan perilaku menyimpang.

Pada dasarnya semua orang itu baik dan menginginkan semua sendi kehidupan itu menjadi lebih baik. Ketika kita menginginkan kebaikan berarti kita harus mewakilkan suara kita pada orang-orang baik, yang amanah dan mempunyai kapabilitas dalam dunia politik, berintegritas dan mampu menyuarakan kebenaran dan keadilan. Anak muda mempunyai peran penting dikarenakan yang akan mengambil estafet kekuasaan, jadilah warga negara yang cerdas, bijak dan bertaanggung jawab terhadap proses pemerintahan. Politik itu memerlukan orang baik, maka jadilah bagian dari buah proses politik, ambil peran dimulai dari dalam diri kita lingkungan kita dan kemudian untuk tujuan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Semua sendi kehidupan dimulai dari proses politik. Ada kebijakan yang dikeluarkan oleh para politisi itu merupakan proses politik yang harus dilalui sebelumnya. Jika orang tidak peduli akan bepengaruh kepada sendi kehidupan di kemudian hari. Ketika kebijakan tidak mementingkan masyarakat, contohnya merugikan mahasiswa, di sinilah tingkat kepentingan kita. Semua sendi kehidupan tidak lepas dari politik. Politik diperlukan orang-orang baik agar menghasilkan produk yang baik.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan dari diskusi ini bahwa  politik itu ilmu pengetahuan yang didalamnya menyiapkan politisi untuk menjadi pemimpin bangsa agar secara maksimal dalam memberikan peran untuk memajukan bangsa.

Tentu saja generasi muda dari MIPA ini diharapkan bisa terjun di dunia politik agar nilai kemipaan ini bisa diterapkan, seperti kejujuran, ketekunan dan growt mindset agar dapat mensejahterakan bangsa ini.

Dalam pilkada, 14% penyumbang suara berasal dari gemerasi Z, salah satu penyebab ke-apatisan bisa dikarenakan gambaran buruk terkait politik dan kurangnya edukasi politik.itu.

Golput tentunya akan berdampak pada struktur kepemimpinan, dan dampak ini akan membawa nama politik kepada msyarakat awam, salah satunya kepada generasi pemuda yang minim edukasi politik itu sendiri.

Oleh karena itu sebagai generasi muda,  mari bangun kedasaran diri kita untuk ikut bertanggung jawan dalam masalah politik ini. Bisa dimulai dengan menyampaikan pendapat kita terkait sebuah isu ataupun membangun diskusi aktif.

Usia kita saat ini adalah usia emas, maka jangan buta mengenai persoalan politik bahkan dalam sekala kecil seperti fakultas, karena akumulasi dari berbagai pembelajaran yang kita lalukan akan mengantarkan kita semua pada kesuksesan di masa depan.