Calon Wakil Rakyat, Idealnya

dari dan untuk Rakyat

pmilu

Pemilu Umum (Pemilu), suatu ajang yang akan kembali menjadi trend topik di dunia politik. Bagaimana tidak, pemilu merupakan suatu gerbang menjadi Winnable Candidite.  Sejatinya, bukanlah pemimpin yang membawa nama partai, akan tetapi pemimpin yang membawa nama rakyat.

Dalam pesta menjelang pemilu, berbagai terobosan dimainkan oleh partai politik untuk memenangkan calon yang siap diusung menjadi kandidat wakil rakyat. Misalnya, Money Politic. Politik uang ini, mungkin tidak asing lagi di tengah masyarakat dan sudah menjadi rahasia umum. Dan melalui politik inilah calon wakil menjadi publik pigure yang menang popularitas. Permainan itu didukung karena memang umumnya calon wakil rakyat notabene dari kalangan – kalangan yang ber-duit. Seolah – olah tanpa uang, tanpa suara. Hal yang sangat memperihatinkan. Bagaimana hak memilih bebas untuk menentukan pilhan ‘terpaksa’ dibeli dengan materi. Jika ini yang terjadi maka asas ‘bebas’ berdasarkan Ketetapan Majlis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang pemilihan umum belum terealisasi. Karena dalam asas ini  setiap warga negara berhak memilih bebas tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Sehingga dapat menjalankan haknya sesuai dengan hati nurani.

Menyedihkan, memang.

Mengingatkan kita dalam sebait lirik lagu dari Iwan Fals yang berjudul ‘Politik Uang,’ berbunyi :

Uang adalah bahasa kalbu

Santapan rohani para birokrat

Tentu saja tidak semuanya

Tapi yang pasti banyak yang suka

Alangkah ironisnya jika demikian yang terjadi. Di manakah pendidikan yang selama ini diperjuangkan oleh orang – orang hebat itu? Sebatas teorikah? Semoga tidak, dan tidak demikian.

Sejatinya, dalam memilih wakil rakyat bukanlah dilihat dari aspek visual, yang menitik beratkan pada hal – hal yang tampak dari luarnya. Akan tetapi, sebaliknya perlu diperhatikan hal – hal yang lebih bersifat substansi seperti kapabilitas, merakyat, adil, iman, ataupun kejujurannya. Kapabilitas, misalnya. Berarti Ia mampu menjadi wakil rakyat, yang mampu menunaikan amanat – amanat rakyat.

Siapakah Wakil Rakyat itu?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wakil bermakna sebagai orang yang dikuasakan sebagai ganti, sulih, orang lain ; orang yang ditunjuk atau dipilih sebagai utusan negara, perkumpulan, rakyat dan sebagainya.  Sementara rakyat adalah penduduk suatu negara. Sehingga jelas bahwa wakil rakyat adalah orang yang diberikan mandat oleh penduduk negara untuk mamainkan peran dan fungsinya sebagai ‘tangan kanan’ rakyat.

 Sebagai wakil rakyat, hendaknya bersifat merakyat. Merakyat berarti sampai ke rakyat. Tidak hanya merakyat di saat menyuarakan siapa dirinya yang akan siap maju menjadi wakil, akan tetapi merakyat hingga duduk di kursi yang diberikan rakyat.

Hal yang tidak kalah penting yang harus dimiliki oleh sosok wakil rakyat adalah keimanan. Yah, iman. Jika imannya  baik, maka tidak akan ada ‘skandal’ dalam hal apapun. Nilai – nilai luhur akan tercermin dalam pelakasanaan amanat. Sehingga apa yang menjadi tujuan negara seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945  alinea ke – IV akan terlaksana baik karena dibawah wakil – wakil yang berbudi.

Oleh karena itu, sebagai rakyat dan calon pemilih hendaknya kita menilai terlebih  dahulu siapa calon wakil rakyat yang ‘benar – benar’ akan menjadi wakil suara rakyat.  Karena realita yang terjadi di lapangan terkadang tidak seperti apa yang diharapkan rakyat.

Jika kita kembali menyoroti, tidak jarang calon wakil rakyat berpesta janji di kala sebelum dan saat kampanye. Seolah – olah hal itu kian menjadi tradisi di musim pemilihan umum. Rakyatpun mendengar dengan saksama dan penuh harap akan segala sesuatu yang dijanjikan. Tidak salah, memang. Akan tetapi yang perlu digaris bawahi, bahwa calon wakil rakyat harus memahami, menyadari dan menjalankan perannya sebagai artikulator, pembawa aspirasi di dunia realita. Karena Ia ada dari dan untuk rakyat.

Sebagai Artikulator, maka seyogyanya Ia memiliki kemampuan emosional yang berarti adanya kepekaan  terhadap realita, kehendak rakyat. Pembawa aspirasi itu merupakan penyambung suara rakyat. Bukanlah orang yang yang memiliki kuasa tertinggi di atas rakyat, namun tidak lebih dari orang yang diamanatkan oleh rakyatnya.

Maka, beribu harapan, rakyat sangat berharap akan amanat yang akan diberikan kepada wakil rakyat. Tidak hanya pandai bersuara, beretorika, namun pandai dalam memahami suara rakyat, itulah hakikatnya.

Berikut sebait pesan yang ingin kami tuliskan,

Untukmu, calon wakil rakyat :

Kami titipkan negeri padamu,

Jangan biarkan kami kembali menangis

Berjanjilah,

Kau akan mengabdi jiwa – raga

                                                                                                 Oleh : Linda Armitasari